Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kisah Legenda Bheteno Ne Tombula Sebagai Awal Munculnya Kerajaan Muna

Legenda Bheteno Ne Tombula merupakan cerita rakyat di zaman dahulu yang terkait  dengan peristiwa sejarah di Muna. Legenda ini sebagai awal munculnya Kerajaan Muna. Bheteno artinya muncul, Ne artinya dari, Tombula artinya tolang (sejenis bambu). Sederhanya diartikan muncul dari tolang atau bambu. Yang bergelar Bheteno Ne Tombula bernama La Eli atau disebut Baizul Zaman yang diangkat sebagai Raja Muna pertama.

Inilah Kisahnya:


Pada saat itu dibangun rumah besar untuk Meno Wamelai (orang Wamelai/yang di spatuhi). Akan tetapi kekurangan bambu untuk lantainya. Jadi sang Meno Wamelai menyuruh empat lelaki pembantunya untuk pergi mencari bambu ke hutan. Setibanya di hutan mereka pun mulai memotong bambu. Ketika hendak memotong bambu bagian bawahnya terdengar suara “aduuuh kakiku sakit”, jika memotong bagian tengah terdengar “aduuuh punggungku sakit”, lalu memotong bagian atas terdengar suara yang sama “aduuuh kepalaku sakit”. Akhirnya tidak berani memotongnya dan mereka langsung pulang.

Mereka menghadap Meno Wamelai dengan tangan hampa dan menceritakan kejadian terdengarnya suara aneh saat hendak memotong bambu. Sang Meno Wamelai tidak percaya akan cerita itu dan mengira mereka malas.

Lalu mereka diperintahkan untuk kembali ke hutan dan membawa pulang bambu. Bila mana tidak membawa bambu maka mereka akan di bunuh. Untuk mengawasi mereka, diikutsertakan orang kelima. Ketika tiba di bambu tersebut orang kelima memulai untuk memotong bambu, tetapi iapun mendengar suara dan kata-kata yang sama. Namun tanpa membawa pulang bambu tidak berani sebab akan dibunuh, merekapun menggali bambu tersebut lalu dibawa pulang.

Mereka berlima kembali dengan membawa bambu lalu menghadap Meno Wamelai. Orang kelima menceritakan kisah yang sama mendengar suara aneh. Sang Meno Wamelai langsung hendak mencoba membelah bambu, akan tetapi iapun mendengar kata-kata yang sama. Kemudian sang Meno Wamelai memanggil rakyat untuk berkumpul di depan rumahnya dan menyuruh mereka menjaga bambu itu. 

Setelah empat puluh hari empat puluh  malam bambu lamanya dijaga, tiba-tiba dua orang lelaki dari Wamelai bernama La Lele dan La Katumende menghadap sang Meno Wamelai dengan membawa seorang wanita duduk di atas dulang (dalam Bahasa Muna disebut Palangga). Namanya Tandi Abe dalam keadaan hamil dan tidak mau mengatakan siapa yang menghamilinya. Satu-satunya yang dikatakan bahwa ayah anak dikandungnya bukan orang Luwu melainkan orang Timur.

Wanita itu ternyata putri Raja Luwu dan saudara perempuan Sawerigadi. Dia dibuang di laut dan di dudukkan di atas batu yang pipih oleh ayahnya karena malu anak gadisnya hamil tanpa suami. Namun batu itu bersama Tandi Abe tidak juga tenggelam akan tetapi terapung sampai ditemukannya oleh La lele dan La Katumende di sekitar Danau Napabale. 

Tiba-tiba terdengar suara dari dalam bambu yang ditujukkan kepada wanita itu (Tandi Abe), “engkau menjadi istriku”. Wanita itu (Tandi Abe) menjawab “saya dalam keadaan begini karena ulahmu”. Atas perintah sang Meno Wamelai dibawalah Tandi Abe dan bambu itu ke Lambu Bhalano. Namun Tandi Abe tidak beranjak dari dulangnya, dia bisa di bawa serta ke Lambu Bhalano jika diangkat bersama dulangnya (sehingga digelar Sangke Palangga).

Sesampainya di Lambu Bhalano bambu itu dibelah dan muncullah seorang lelaki. Pengakuan lelaki itu bernama La Eli. La Eli ini diberi nama oleh rakyat Wamelai menurut asalnya yaitu Bheteno Ne Tombula (dilahirkan dari dalam bambu). Selanjutnya Bheteno Ne Tombula ini bersama Sangke Palangga  di bawa kembali ke Wamelai. Dimana mereka dinikahkan dan mendapat tempat tinggal di rumah sang Meno Wamelai. Dari pernikahan mereka melahirkan tiga orang anak yaitu anak pertama seorang putra bernama Runtu Walau, anak kedua seorang putri bernama Kila Mbibito, dan anak ketiga seorang putra pula bernama Kaghua Bangkano. Runtu Walau kembali ke Luwu, Kila Mbibito menikah dengan La Singkakabu (putra sang Meno Wamelai). Kaghua Bhangkano menetap di Wamelai dan iapun menikah.

Pengakuan La Eli mengatakan bahwa Tandi Abe istrinya merupakan suatu kejadian yang dianggap masyarakat sangat mengagumkan dan sakral. Pada saat itulah sang Meno Wamelai dan Kamokulano Tongkuno beranggapan bahwa Bheteno Ne Tombula (La Eli) adalah seseorang yang sakti dan dipercayakan menjadi Raja. Kemudian dilantiklah La Eli sebagai Raja Muna yang pertama. Beliau memerintah selama 50 tahun (1417-1467) dengan permaisurinya Wa Tandi Abe. Dengan dilantiknya Raja Muna pertama, maka muncullah saat itu Kerajaan Muna.

Kisah Legenda Bheteno Ne Tombula di atas sebagian besar bersumber dari tulisan Bapak La Kimi Batoa. Mengutip cerita bukan tanpa dasar, namun sebagai produk yang dikemas dalam bentuk Buku Teks IPS hasil pengembangan saya dalam proses menempuh studi.  Kisah ini saya sajikan sebagai salah satu materi pembelajaran IPS di Sekolah Dasar di Kabupaten Muna. Karena jenis penelitian yang saya pilih adalah pengembangan maka produk yang dihasilkan telah melewati proses validasi kerangka produk model dan validasi produk oleh para pakar termasuk melibatkan pakar lokalitas. Hingga dilakukannya uji coba produk dan penelitian di Sekolah Dasar di Kabupaten Muna. Melalui tulisan ini saya sangat mengucapkan terimakasih banyak kepada pihak-pihak yang ikut membantu atas segala kritikan, masukannya dan waktu yang diluangkan.

Semoga bermanfaat bagi teman-teman yang ingin mengetahui kisahnya. Terimakasih...